BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.
Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100-1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton, seorang insinyur asal Inggris menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Material itu sendiri adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan Sains material yaitu suatu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material dengan sifat-sifat kegunaannya.semen termasuk material yang sangat akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland
Pada tahun 1910 industri semen di Indonesia dipelopori dengan mulai beroperasinya NV Nederlands Indische Portland Cement Maatscapij (NIPCM), yang saat ini berganti nama menjadi PT. Semen Padang (Persero) yang berlokasi di Kota Padang, Sumatera Barat[1]. Pada saat itu NIPCM adalah satu-satunya produsen semen di Indonesia. Dalam rangka pengembangan industri semen di Indonesia, maka Direktorat Geologi bekerja sama dengan Biro Industrialisasi, pada tahun 1964 mengadakan survei bahan baku untuk pembuatan semen di sekitar Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dengan hasil yang menunjukan bahwa (Farisi, 2012):
1. Terdapat cadangan batu kapur (±38.250.000 ton) dan tanah liat (±22.650.000 ton) yang kedua macam bahan baku tersebut cukup untuk beroperasinya pabrik semen.
2. Lokasinya menguntungkan karena berjarak ±90 km dari tambang batubara Bukit Asam.
3. Untuk memenuhi kebutuhan semen di daerah Sumatera Selatan.
4. Penghematan devisa negara dan membuka lapangan kerja untuk 500 orang di Sumatera Selatan.
Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang didirikannya PT SemenBaturaja (Persero) pada 14 November 1974 dengan akte Notaris Nomor: 34 oleh JFBT. Sinjal, S.H. di Jakarta dan kemudian dengan perubahan akta Nomor: 49 tanggal 21 November 1974, dan terakhir Nomor: 28 tanggal 19 April 1984 oleh Notaris Hadi Moentoro, S.H. di Jakarta.
Pendirian PT. Semen Baturaja(Persero) diumumkan dalam tambahan Berita Negara RI No. 2 tanggal 7 Januari 1975 dengan pemegang saham pertama yaitu:
- PT. Semen Padang (Persero) : 55%
- PT. Semen Gresik (Persero) : 45%
Pada tahun 1975, Ishikawajima Harima Heavy Industries Co. Ltd dari Jepang berhasil memenangkan tender sebagai General Kontraktor atau kontraktor utama dengan ruang lingkup tanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh manajemen proyek, perencanaan, penyediaan, pembelian, konstruksi, training, operasi dan pekerjaan lainnya yang diperlukan untuk beroperasinya sebuah pabrik semen berkapasitas 500.000 ton per tahun.
Tahun 1978 baru dilaksanakan pembangunan fisik oleh general kontraktorIshikawajima Harima Heavy Industries Co. Ltd dari Jepang dengan mutu sesuai standar SII-0013/81, yang terdiri dari pabrik pembuatan terak/klinker di Baturaja (Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan) dan pabrik penggilingan dan pengantongan semen di Palembang dan Panjang-Bandar Lampung. Serta segala sarana yang diperlukan untuk beroperasinya pabrik semen tersebut.
Tanggal 30 Mei 1981 pembangunan pabrik dinyatakan selesai, barulah pada tanggal 1 Juni 1981 PT. Semen Baturaja memulai operasi secara komersil ditandai dengan peresmian operasi komersil oleh Presiden RI. Awalnya, PT. Semen Baturaja (Persero) hanya memproduksi semen Portland Type I (SNI-15-2049-94) pada bulan Juni dengan beban total produksi terpasang 450.000 ton per tahun. Tanggal 17 Desember 1997, PT. Semen Baturaja(Persero) berhasil meraih Sertifikat Sistem Mutu Internasional ISO-9002.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan proyek semen Baturaja, maka Negara RI dengan PP No. 10 tahun 1978 memutuskan untuk melakukan penyertaan modal di PT Semen Baturaja (Persero) dengan komposisi modal:
- Pemerintah RI : 90%
- PT. Semen Padang (Persero) : 5%
- PT. Semen Gresik (Persero) : 5%
Pada tahun 1991 berdasarkan peraturan pemerintah No. 3 Tahun 1991 tentang pembahasan penyertaan saham modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham perseroan, maka 100% pemegang saham perseroan adalah Negara Republik Indonesia dengan mengambil alih saham-saham yang semula dimiliki oleh PT. Semen Gresik (Persero) dan PT. Semen Padang (Persero).
- Apa saja bahan baku dan bahan pendukung dalam pembuatan semen?
- Bagaimana uraian proses pembuatan semen?
- Apa saja alat yang digunakan dalam pembuatan semen, beserta fungsinya?
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui bahan baku dan bahan pendukung pembuatan semen serta karakteristiknya.
- Untuk mengetahui uraian proses dalam pembuatan semen.
- Untuk mengetahui kegunaan produk semen.
- Untuk mengetahui berbagai macam alat dalam pembuatan semen beserta fungsinya.
1.4 Manfaat
- Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengenalan mengenai proses pembuatan semen bagi para pembaca.
- Dengan makalah ini untuk menambah wawasan penulis pada makalah berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahan Baku dan Produk
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen adalah batuan alam yang mengandung oksida – oksida kalsium, alumina, silika dan besi. Bahan baku tersebut terdiri dari tiga kelompok yaitu bahan baku utama, bahan baku penunjang (korektif) dan bahan baku tambahan.
2.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama merupakan bahan baku yang mengandung komposisi kimia oksida – oksida kalsium, silika dan alumina. Bahan baku utama yang digunakan yaitu batu kapur (Lime Stone) dan tanah liat (Clay).
a. Batu kapur (Lime Stone)
Calsium carbonat (CaCO3) berasal dari pembentukan geologis yang pada umumnya dapat dipakai untuk pembuatan semen portlad sebagai sumber senyawa kapur (CaO).
b. Tanah liat (Clay)
Tanah liat (Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O) merupakan bahan baku semen yang mempunyai sumber utama senyawa silika, senyawa alumina, dan senyawa besi.
1. Sifat Fisika Bahan Baku Utama
Bahan baku utama memiliki sifat fisik seperti pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Sifat – Sifat Fisika Bahan Baku Utama
No Sifat – Sifat Bahan Komponen Bahan Baku
Batu Kapur Tanah Liat
1
2
3
4
5
6
Rumus kimia
Berat molekul
Densitas
Titik leleh
Warna
Kelarutan CaCO3
100,09 g/gmol
2,71 g/ml
1339 oC
Putih keabu – abuan
Larut dalam air, asam NH4Cl Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O
796,40 g/gmol
2,9 g/ml
Terurai pada 1450 oC
Coklat kemerah – merahan
Tidak larut dalam air, asam, pelarut lain
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989
2. Sifat Kimia Bahan Baku Utama
Semua senyawa utama untuk semen terdapat dalam batu kapur dan tanah liat, tetapi tidak semua batu kapur dan tanah liat memiliki proporsi kimia yang memenuhi untuk membuat semen dengan kualitas semen yang diinginkan. Oleh karena itu, pada proses pembuatan semen bahan baku utama tersebut biasanya ditambah bahan lain sebagai koreksi unsur kimia yang kurang, yaitu berupa pasir besi dan pasir silika.
Senyawa kimia yang terdapat dalam bahan baku dan yang diperlukan adalah Oksida Kalsium (CaO), Oksida Silisium (SiO2), Oksida Alumunium (Al2O3) dan Oksida Besi (Fe2O3). Disamping senyawa-senyawa tersebut, terdapat juga senyawa-senyawa lain yang keberadaannya tidak diinginkan dan harus dibatasi, sepeti Magnesium Oksida (MgO), Alkali, Klorida, Sulfur, dan Fosfor.
a. Oksida Kalsium (CaO)
Dalam proses pembuatan semen, Oksida Kalsium merupakan komponen yang terbesar jumlahnya, dan akan bereaksi dengan Oksida Silikat, Alumunium Silikat, Alumina, dan Oksida Besi dan membentuk senyawa mineral potensial penyusun kekuatan dalam semen.
b. Oksida Silikat/ Silium (SiO2)
Oksida Silikat merupakan oksida komponen terbesar kedua setelah Oksida Kalsium. Oksida ini juga sangat menentukan dalam pembentukan mineral potensial. Oksida Silikat diperoleh dari penguraian dan dekomposisi mineral-mineral Montmorilnit, Kaolinit, ataupun yang berasal dari tanah liat. Disamping itu, Oksida Silikat dapat juga diperoleh dari batuan Pasir Silika (Silica Sand).
c. Oksida Alumunium/Alumina (Al2O3)
Oksida Alumunium bersama Oksida Kalsium membentuk Oksida Kalsium Aluminta (C3A). Oksida Alumunium bersama dengan Oksida Besi dan Oksida Kalsium dalam pembakaran di kiln akan membentuk senyawa Kalsium Alumina Ferrit (C4AF). Oksida alumunium sebagian besar diperoleh dari tanah liat. Oksida Alumina selain ikut bagian dalam reaksi-reaksi pembentukan mineral potensial juga berperan untuk menurunkan titik leleh (flix) pada proses pembakaran di kiln. Oksida Alumina ini juga menentukan tingkat kekentalan lelehan hasil pembakaran di kiln dengan nilai berbanding luru.
d. Oksida Besi (ferrit) (Fe2O3)
Oksida besi bersama Oksida Kalsium dan Alumunium pada proses pembakaran di kiln akan bereaksi membentuk senyawa Kalsium Alumina Ferrit (C4AF). Oksida besi juga bersifat menurunkan titik leleh pembakaran di kiln dan juga menentukan tingkat fase cair dalam klinkerisasi dengan nilainya berbanding lurus, tetapi viskositasnya lebih rendah dibanding alumunium.
e. Oksida Magnesium (MgO)
Oksida Magnesium tidak berperan dalam membentuk mineral potential, bahkan keberadaannya dalam semen akan merugikan karena akan menurunkan kualitas semen. Kadar MgO bebas dalam semen dibatasi paling tinggi 2 % dan akan bereakasi dengan air.
MgO(s) + H2O(g) Mg(OH)2¬(s) …………………………..(1)
Reaksi ini berlangsung sangat lambat, sedangkan proses pengerasan semen sudah selesai dan Mg(OH)2 menempati ruangan yang lebih besar dari MgO dan hal ini akan menyebabkan terpecahnya ikatan pasta semen yang sudah mengeras sehingga akan menimbulkan keretakan pada hasil penyemanan. Sumber MgO terutama berasal dari dolomite (CaCO3.MgCO3) dan dapat juga berasal dari blast furnace slag yang mengandung MgO tinggi.
f. Oksida Belerang
Oksida belerang yang sebagian besar berasal dari bahan bakar dan senyawa sulfur dari bahan mentah, akan sangat mengganggu proses pembakaran di kiln. Oksida belerang pada suhu tinggi ± 1450 oC akan menguap dan akan bereaksi dengan alkali membentuk senyawa alkali sulfat yang akan terkondensasi atau mengembun pada suhu 1000 oC. SO2 berlebih akan bereaksi dengan CaO membentuk CaSO4 yang akan menyebabkan kebuntuan pada daerah preheater atau dalam istilah operasi bisa disebut dengan build up di inlet kiln, dan bisa menyebabkan berhentinya operasi kiln.
g. Klorida
Klorida biasanya berasal dari tanah liat. Pada suhu pembakaran di buring zone, klorida akan menguap dan akan mengembun membentuk coating yang juga akan menyebabkan terjadinya bulid up. Apabila kandungan klorida dalam bahan semen cukup tinggi dilakukan antisipasi dengan melengkapi kiln dengan system by pass untuk mengeluarkan secara periodik. Kandungan klorida dalam semen akan menyebabkan karat pada besi beton.
h. Fluoride
Fluoride dalam bahan baku semen tidak begitu diperhatikan, karena biasanya persentasenya sangat rendah, antara 0,03 – 0,08 % dan pada pembakaran mudah menguap sehingga tidak mengganggu proses pembakaran.
i. Fosfor Oksida
Kandungan Fosfor Oksida dalam bahan baku sangat rendah. Oksida ini dalam jumlah besar akan merugikan kualitas semen, karena akan menurunkan kuat tekan semen, khususnya pada kuat tekan awal.
Struktur mineral bahan baku berpengaruh terhadap :
- Kekerasan : - Sifat Abrasi
- Kemampuan untuk dipecah
- Kemampuan untuk digiling
- Kadar Air : - Sifat plastis (plasticy)
- Sifat mudah lengket (stickness)
- Pemilihan proses pembuatan (basah, semi basah, semi kering, kering).
- Reaktifitas : - Sifat – sifat pembakaran
Tabel 3. Pengaruh Oksida Utama Pada Pembentukan Klinker dan Sifat Semen
Oksida Pembentukan Klinker Sifat Semen
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3 -
-
Merendahkan temperatur sintering
Merendahkan temperatur sintering Mempengaruhi kekuatan semen
Mempengaruhi kekuatan semen
Membantu pada kekuatan awal
Tidak terlalu berpengaruh pada kekuatan awal
Sumber :PT. Semen Baturaja (Persero) (2010)
Pengaruh komposisi kimia terhadap raw mix dan sifat semen yang dihasilkan antara lain :
A. Pengaruh silica rasio : menunjukkan tinggi rendahnya kandungan silica pada raw mix.
Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero) (2010)
Silica Rasio tinggi jika kadar SiO2 tinggi atau kadar Al2O3 dan Fe2O3 rendah, maka :
a. Raw mix sulit dibakar dan klinker akan berdebu
b. Jumlah C3S rendah, kekuatan awal semen tinggi.
c. Kekuatan awal rendah, kekuatan awal semen tinggi.
d. Setting time mudah decontrol (lama), kebutuhan bahan bakar tinggi.
e. Free CaO tinggi, sifat coating jelek dan tidak tahan terhadap thermal shock.
Silica rasio rendah jika kadar SiO2 rendah atau kadar Al2O3 dan Fe2O3 tinggi, maka :
a. Temperatur klinkerisasi dapat lebih rendah, pembentukan kliker lebih mudah terbakar.
b. Kemungkinan terbentuknya ring formation dalam kiln.
c. Jumlah C3S tinggi.
d. Kekuatan awal lebih rendah, kebutuhan bahan bakar rendah.
e. Klinker berbentuk bola, dan sulit digiling, setting time semen pendek.
B. Pengaruh Alumina Rasio : Menunjukkan tinggi rendahnya kadar Al2O3 raw mix.
Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero) (2010)
Alumina rasio tinggi jika kadar tinggi atau kadar Fe2O3 rendah maka :
a. Setting time semen sulit dikontrol (pendek), panas hidrasi selama setting tinggi.
b. Kadar C3S tinggi, menurunkan kadar CSF4F, menaikkan kadar C3A.
c. Rendahnya daya tahan terhadap serangan air laut
d. Liquid phase cenderung tinggi dan terlalu viskositas
e. Ketahanan terhadap sulfat rendah.
Alumina rasio tinggi jika kadar Al2O3 tinggi atau kadar Fe2O3 rendah maka:
a. Liquid phase lebih tinggi, reaksi klinkerisasi lebih cepat, temperatur klinkerisasi lebih rendah.
b. Panas hidrasi rendah
c. Daya tahan terhadap air laut tinggi
d. Setting time lama
e. Kuat tekan awal semen rendah.
C. Pengaruh Lime Saturation Factor
Menunjukkan perbandingan antara % CaO dalam raw mix dengan CaO yang dibutuhkan untuk mengikat Oksida lainnya. Lime Saturation Factor didasarkan pada jumlah maksimum dari kapur yang dapat digabungkan dengan kondisi operasi yang optimum yaitu klinker tidak mengandung CaO bebas ; pencampuran dan kehalusan raw mix terjamin sempurna / baik ; pada proses pembakaran dalam kiln, reaksi bisa berlangsung sempurna.
Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero) (2010)
Lime Saturation Factor tinggi maka :
a. Kadar C3S tinggi, kadar C2S
b. Kekuatan awal tinggi
c. Raw mix sulit dibakar
d. Kecenderungan Free CaO tinggi
e. Setting time lambat (rendah)
Lime Saturation Factor rendah maka :
a. Kadar C3S rendah, kadar C2S tinggi
b. Raw mix mudah dibakar
Sumber : PT. Semen Baturaja, 2010
2.1.2 Bahan Baku Penunjang (Korektif)
Bahan baku korektif adalah bahan tambahan pada bahan baku utama apabila pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida – oksidanya belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand) dan pasir besi (iron sand).
a. Pasir silika (silica sand)
Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang rendah.
b. Pasir besi (iron sand)
Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya dalam bahan baku utama masih kurang.
Bahan baku penunjang memiliki sifat fisik dan kimia sebagai berikut:
Tabel 4. Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Penunjang
No Sifat – Sifat Bahan Komponen Bahan Baku
Pasir Silika Pasir Besi
1
2
3
4
5
6
7
Rumus kimia
Berat molekul
Densitas
Titik leleh
Titik didih
Warna
Kelarutan SiO2
60,06 g/gmol
1,32 g/ml
1710 oC
2230 oC
Coklat keputihan
Tidak larut dalam air, alkali tetapi larut dalam HF Fe2O3
159,70 g/gmol
5,12 g/ml
Terurai pada 1560 oC
-
Hitam
Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam HCl
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989
2.1.3 Bahan Baku Tambahan
Bahan baku tambahan adalah bahan baku yang ditambahkan pada terak atau klinker untuk memperbaiki sifat – sifat tertentu dari semen yang dihasilkan. Bahan baku tambahan yang biasa digunakan untuk mengatur waktu pengikatan semen adalah Gypsum. Berikut adalah sifat fisik dan kimia dari gypsum.
Tabel 5. Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Tambahan
No Sifat – Sifat Bahan Gypsum
1
2
3
4
5
6
7 Rumus kimia
Berat molekul
Densitas
Titik leleh
Titik didih
Warna
Kelarutan CaSO4. 2H2O
172,17 g/gmol
2,32 g/ml
128 oC
163 oC
Putih
Larut dalam air, gliseril, Na2S2O3 dan garam NH4
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989
2.2 Flowsheet Uraian Proses Produksi
Proses pembuatan semen yang dilakukan pada PT. Semen Baturaja ini menggunakan proses kering (Dry process). Proses produksi ini dimulai dari penyediaan bahan mentah, penggilingan bahan mentah, pembakaran, pendinginan klinker, penggilingan klinker, dan pengantongan semen.
Secara umum proses produksi semen terdiri dari beberapa tahapan :
1. Tahap penambangan bahan baku mentah (quarry). Bahan baku semen itu terdiri dari batu kapur dan tanah liat. Bahan-bahan ini ditambang dengan menggunakan alat-alat berat, kemudian dikirim ke pabrik semen.
2. Setelah dikirim ke pabrik semen, Bahan mentah tersebut memasuki tahap penggilingan awal bahan mentah dengan mesin penghancur (crusher). Pada tahap penghancuran sendiri terjadi dalam dua tahap, dimana bahan yang sudah dihancurkan pada alat penghancur pertama kemudian dikirim ke alat penghancur kedua, hal ini bertujuan agar bahan yang masih berbentuk bongkahan agar dapat dihancurkan kembali pada secondary crusher hingga bahan tersebut berbentuk serbuk.
3. Kemudian Bahan mentah tersebut diteliti terlebih dahulu didalam laboratorium, apabila bahan mentah tersebut masih belum memenuhi syarat maka dicampur bahan tambahan seperti pasir silika dan pasir besi dengan proporsi yang tepat.
4. Selanjutnya campuran bahan tersebut dimasukkan ke dalam grinding mill untuk melakukan penggilingan, agar campuran bahan tersebut dapat bercampur secara merata.
5. Campuran Bahan kemudian mengalami pemanasan awal dengan suhu 800°C di preheater, hal ini bertujuan untuk mempermudah proses tahap selanjutnya.
6. Pemanasan dilanjutkan didalam klin sehingga bereaksi membentuk kristal klinker. Suhu yang digunakan untuk membentuk klinker mencapai sekitar 1400 ºC. Di klin terjadi reaksi-reaksi logam sehingga dihasilkan mineral-mineral baru, yaitu:
1. C3S (3CaO.SiO2)
2. C2S (2CaO.SiO2)
3. C3A (3CaO.Al2O3)
4. C4AF (4CaO.Al2O3.Fe2O3)
Mineral-mineral di atas yang kemudian membentuk Clincker (klinker/terak).
7. Kristal klinker ini kemudian didinginkan di cooler. Proses pendinginan clinker bisa mencapai dari suhu 1300 oC sampai 120-200oC. Panas dari proses pendinginan ini di alirkan lagi ke preheater untuk menghemat energy.
8. Klinker ini kemudian ditambah dengan zat tambahan seperti gypsum (CaSO4.2H2O). Gypsum merupakan senyawa kalsium sulfat anhydrous. Fungsi dari penambahan gypsum sebagai retarder yaitu memperlambat waktu pengerasan semen. Gypsum ditambahakan pada bagian akhir sekitar 3-5 % dengan kadar air minimal 10 %. Kemudian campuran dihaluskan lagi dalam tabung yang berputar yang bersisi bola-bola baja sehingga menjadi serbuk semen yang halus.
9. Klinker yang telah halus ini disimpan dalam silo sebelum dilakukan pengemasan.
10. Dari silo ini semen dikemas dan dijual ke konsumen.
Pembuatan semen terdiri dari 5 tahap proses produksi, yaitu:
1. Proses Penyiapan Bahan Baku
• Raw Meal Semen
Bahan baku utama semen yang berupa bahan baku akan diperoleh dari mining atau tambang. Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat untuk menghancurkan bahan baku tersebut dinamakan Crusher. Crusher adalah equipment atau alat yang berfungsi untuk memecahkan material, seperti batu kapur, clay, coal, dan clinker.
Untuk material Limestone (batu kapur), ukuran umpan maximum yang diperbolehkan yaitu 1.500 mm. Sedangkan ukuran produk diharapkan maximal 75 mm.
Untuk material Clay/High Silica, mesin yang digunakan adalah Impact Roller Crusher dan Jaw Crusher. Adapun ukuran umpan maximum sebesar 500 mm, sedangkan ukuran produk maksimal 75 mm.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen. Adapun metode pre-homogenisasi yaitu:
Stacking/Penumpukan/Penimbunan: gerakan maju-mundur atau kanan-kiri.
Reclaiming/Pengambilan/Penarikan: dari samping (side reclaiming), dari depan (front reclaiming)
• Mineral Semen
Umumnya, stock pile dibagi menjadi 2 bagian yaitu sisi kanan dan sisi kiri. Hal ini dilakukan untuk menunjang proses, jika stock pile bagian kanan sedang digunakan masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku dari crusher. Begitu juga sebaliknya. Untuk mengatur letak penyimpanan bahan baku, digunakan reclaimer. Reclaimer ini berfungsi untuk memindahkan atau mengambil raw material dari stock pile ke belt conveyor dengan kapasitas tertentu, sesuai dengan kebutuhan proses, alat ini sendiri berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku yang akan dipindahkan ke belt conveyor.
Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor menuju tempat penyimpanan kedua, yang bias dikatakan merupakan awalan masukan proses pembuatan semen, yaitu bin. Umumnya ada 4 buah bin yang diisi oleh masing-masing 4 material bahan baku, yaitu limestone, clay, pasir silica, dan pasir besi. Semua bin dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian atau level indicator sehingga apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis masukan material ke dalam bin akan terhenti.
Pengumpanan bahan baku ke dalam sistem proses selanjutnya diatut oleh weight feeder, yang diletakkan tepat di bawah bin. Prinsip kerja weight feeder ini adalah mengatur kecepatan scavenger conveyor, yaitu alat untuk mengangkut material dengan panjang tertentu dan mengatur jumlah bahan baku sehingga jumlah bahan baku yang ada pada scavenger conveyor sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selanjutnya bahan baku dijatuhkan ke belt conveyor dan dikirim ke Vertical Roller Mill untuk mengalami proses penggilingan danan pengeringan. Pada belt conveyor terjadi pencampuran limestone, clay, pasir silica, dan pasir besi.
2. Proses Pengolahan Bahan
• Vertical Roller Mill
Alat-alat yang mendukung proses ini: Cyclone, Electrostatic Precipitator (EP), Stack dan Dust Bin.
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut.
Vertical Roller Mill memiliki bagian yang dinamakan separator yang berfungsi untuk mengendalikan ukuran partikel yang boleh keluar dari raw mill, partikel dengan ukuran besar akan dikembalikan ke dalam raw mill untuk mengalami proses penggilingan kembali agar ukurannya mencapai ukuran yang diharapkan. Sementara itu partikel yang ukurannya telah memenuhi kebutuhan akan terbawa udara panas menuju cyclone.
Cyclone berfungsi untuk memisahkan antara partikel yang cukup halus dan partikel yang terlalu halus (debu). Partikel yang cukup halus akan turun ke bagian bawah cyclone dan dikirim ke Blending Silo untuk mengalami pengadukan dan homogenisasi. Partikel yang terlalu halus (debu) akan terbawa udara panas menujuElectrostatic Precipitator (EP). Alat ini berfungsi untuk menangkap debu-debu tersebut sehingga tidak lepas ke udara. Efisiensi alat ini adalah 95-98%. Debu-debu yang tertangkap, dikumpulkan di dalam dust bin, sementara itu udara akan keluar melalui stack.Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo.
Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.
Bahan baku masuk dari bagian atas blending silo, oleh karena itu alat transportasi yang digunakan untuk mengirim bahan baku hasil penggillingan blending silo adalah bucket elevator, dan keluar dari bagian bawah blending silo dilakukan pada beberapa titik dengan jarak tertentu dan diatur dengan menggunakan valve yang sudah diatur waktu bukaannya. Proses pengeluarannya dari beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan bahan baku.
Blending silo dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian (level indicator), sehingga jika blending silo sudah penuh, maka pengisian bahan baku terhenti secara otomatis.
3. Proses Pembakaran
• Pemanasan Awal (Pre-heating)
Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya adalah kiln feed bin. Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Bin ini merupakan tempat umpan yang akan masuk ke dalam pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan 4-5 buah cyclone dan 1 buah calciner yang tersusun menjadi 1 string. Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
• Preheater Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Rotary kiln adalah alat berbentuk silinder memanjang horizontal yang diletakkan dengan kemiringan tertentu. Kemiringan rotary kiln umumnya sekitar 3 – 4 o dengan arah menurun (declinasi). Dari ujung tempat material masuk (inlet), sedangkan di ujung lain adalah tempat terjadinya pembkararn bahan bakar (burning zone). Jadi material akan mengalami pembakaran dari temperatur yang rendah menuju ke temperatur yang lebih tinggi.
• Klin
Bahan bakar semen yang digunakan adalah batu bara, sedangkan untuk pemanasan awal digunakan Industrial Diesel Oil (IDO). Untuk mengetahui sistem kerja tanur putar, proses pembakaran bahan bakarnya, tanur putar dilengkapi dengan gas analyzer. Gas analyzerini berfungsi untuk mengendalikan kadar O2, CO, dan NOx pada gas buang jika terjadi kelebihan atau kekurangan, maka jumlah bahan bakar dan udara akan disesuaikan.
Daerah proses yang terjadi di dalam kiln dapat dibagi menajadi 4 bagian yaitu:
1. Daerah transisi (transition zone)
2. Daerah pembakaran (burning zone)
3. Daerah pelelehan (sintering zone)
4. Daerah pendinginan (cooling zone)
Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1200 oC.
• Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan cliker adalah cooler.
Cooler ini dilengkapi dengan alat penggerak material, sekaligus sebagai saluran udara pendingin yang disebut dengan grate atau alat pemecah clinker (clinker crusher). Setelah proses pembentukan clinker selesai dilakukan di dalam tanur putar, clinkertersebut terlebih dahulu didinginkan di dalam cooler sebelum disimpan di dalam clinker silo. Cooler yang digunakan terdiri dari 9 kompartemen yang menggunakan udara luar sebagai pendingin. Udara yang keluar dari cooler dimanfaatkan sebagai pemasok udara panas pada calciner.
Clinker yang keluar dari tanur putar masuk ke dalam kompartemen, akan jatuh di atasgrate. Dasar grate ini mempunyai lubang-lubang dengan ukuran yang kecil untuk saluran udara pendingin. Clinker akan terus bergerak menuju kompartemen yang kesembilan dengan bantuan grate yang bergerak secara reciprocating, sambil mengalami pendinginan pada ujung kompartemen kesembilan terdapat clinker crusher yang berguna untuk mengurangi ukuran clinker yang terlalu besar.
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor. Sebelum sampai di clinker silo,clinker akan melalui sebuah alat pendeteksi kandungan kapur bebas (free lime). Jika kandungan free lime dari clinker melebihi batas yang telah ditentukan, maka clinker akan dipisahkan dan disimpan dalam bin tersendiri.
4. Proses Penggilingan Akhir
Alat utama yang digunakan pada penggilingan akhir, dimana terjadinya pula penggilingan clinker dengan gypsum adalah tube mill. Peralatan yang menunjang proses penggilingan akhir ini adalah:
1. Tube Mill / Horizontal Mill
2. Separator
3. Bag Filter
Gypsum adalah bahan tambahan dalam pembuatan semen yang akan dicampur denganclinker pada penggilingan akhir. Gypsum yang dapat digunakan adalah gypsum alami dangypsum sintetic. Gypsum disimpan di dalam stock pile gypsum, kemudian dengan menggunakan dump truck, gypsum tersebut dikirim ke dalam bin gypsum untuk siap diumpankan ke dalam penggilingan akhir dan dicampur dengan clinker.
Clinker yang akan digiling dan dicampur dengan gypsum, terlebih dahulu ditransfer dariclinker silo menuju clinker bin. Dengan menggunakan bin maka jumlah clinker yang akan digiling dapat diatur dengan baik oleh weight feeder.
Alat yang digunakan untuk melakukan penggilingan clinker dengan gypsum disebut tube mill. Alat ini berbentuk silinder horizontal. Bagian dalam tube mill terbagi menjadi dua kompartemen. Yang dari masing-masing kompartemen tersebut diisi dengan bola-bola baja dengan beragam ukuran. Kompartemen pertama diisi dengan bola-bola baja yang berdiameter lebih besar daripada bola-bola yang ada di kompartemen kedua. Prinsip penggunaan bola-bola baja dari ukuran yang besar ke ukuran yang kecil adalah bahwa ukuran bola-bola baja yang lebih kecil menyebabkan luas kontak tumbukan antara bola-bola baja dengan material yang akan digiling akan lebih besar sehingga diharapkan ukuran partikelnya akan lebih halus. Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap olehbag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo. Sedangkan semen yang keluar dari bawah cyclone akan dimasukkan kembali ke dalam tube mill untuk digiling kembali.
5. Proses Pengemasan (Packing)
Disini dilakukan proses pengemasan atau pengepakan yang dilakukan sebelum semen dijual kepasaran. Fungsinya adalah agar semen lebih mudah dijual kepasaran, dalam bentuk sak, dan juga agar semen yang dijual dapat dihitung jumlahnya, karena adanya penimbangan. Mempermudah distribusi produk sampai ke pelanggan. Melindungi produk dari pengaruh lingkungan. Biasanya packer dikategorikan menjadi dua jenis yaitu stationary packer dan rotary packer.
Adapun sistem transport yang biasa digunakan pada packer berupa :
1. air slide
2. screw conveyor
3. bucket elevator
4. air lift/pneumatic conveying
5. belt conveyor
Untuk pengontrolan pada sistem packing dilakukan penimbangan untuk pengecekan. Pengecekan berat semen yang dilakukan yaitu:
1. Penimbangan di Packer
2. Random cek ( packing, proses quality control )
3. Belt weigher ( continous weighing )
Dari cement silo, semen kemudian dikantongi dan siap dipasarkan. Ada juga semen curah yang dimasukkan ke dalam bulk truck.
2.3 Produk
Di dalam industri semen dikenal beberapa macam jenis semen yang dibedakan berdasarkan perbedaan komposisi dan kegunaannya Jenis-jenis semen tersebut adalah:
a) Semen Portland
Semen portland adalah semen yang dibuat dari campuran limestone, clay, pasir silika dan pasir besi dengan komposisi SM, AM, dan LSF tertentu.
Semen Portland digolongkan menjadi 5 tipe, yaitu:
Tipe I : Ordinary Portland Cement
Merupakan semen yang banyak digunakan untuk konstruksi secara umum dan tidak memerlukan persyaratan – persyaratan khusus. Semen ini merupakan jenis semen yang paling banyak diproduksi.
Tipe II : Modderate Heat Portland Cement
Merupakan semen yang banyak digunakan untuk pemakaian yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen jenis ini lebih banyak mengandung C3S dan sedikit C3A bila dibandingkan semen tipe I, semen ini cocok untuk konstruksi bendungan dan pondasi-pondasi raksasa.
Tipe III: High Early Strength Portland Cement
Merupakan semen yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada fase permulaan setelah terjadi proses pengikatan. Dibuat dengan bahan baku yang menggunakan rasio limestone-silica tinggi dan lebih halus daripada tipe I. Tipe ini mempunyai proporsi C3S yang lebih tinggi sehingga pengerasannya lebih cepat. Semen ini cocok untuk bangunan-bangunan besar dan konstruksi pada udara dingin.
Tipe IV: Low Heat Portland Cement
Merupakan semen yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat yang tinggi dan panas hidrasi yang rendah. Semen ini mengandung C4AF dan C2S tinggi dan menyebabkan C3S dan C3A rendah. Karena penambahan Fe2O3 dapat mengurangi jumlah C3A. Sehingga pada pengerasannya mengeluarkan panas hidrasi rendah dan pengembangan kekuatan awal lambat. Digunakan pada bangunan beton besar dan tebal.
Tipe V: Sulfat Resistance Portaland Cement
Merupakan semen yang penggunaannya memerlukan ketahanan sulfat yang tinggi. Semen ini memiliki C3A dan C4AF yang lebih rendah dibandingkan tipe lain. Memiliki sulfate resistant yang lebih baik daripada keempat tipe sebelumnya. Sering digunakan untuk konstruksi bangunan di daerah yang kandungan sulfatnya tinggi
b) Oil Well Cement (OWC)
Semen ini memiliki komposisi tertentu yang dapat menahan semburan minyak dari dalam bumi untuk jangka waktu tertentu pada temperatur dan tekanan tertentu. Kandungan C3A dalam semen ini diusahakan serendah mungkin. Digunakan pada saat pengeboran sumur minyak dimana selubung baja yang dipasang di sumur ditahan dengan semen ini sehingga mencegah runtuhnya lubang. Penyemenan dilakukan dengan memompa adukan semen dan air dibawah tekanan tinggi antara selubung baja dengan dinding lubang. Selama proses pemompaaan, adukan semen-air harus tetap cair. Oleh karena itu semen yang mengental dan mengeras secara normal tidak dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam.
c) Semen Alam (Natural Cement)
Semen yang dihasilkan dari proses pembakaran limestone atau batu kapur dan tanah liat pada suhu sintering. Semen ini termasuk jenis hydroliclime. Semen ini dapat dibuat dalam tungku putar atau tungku tegak dengan temperatur pembakaran 850 – 1000oC.
d) Semen Putih (White Cement)
Semen putih merupakan semen dengan kadar besi rendah (<0,1%). Untuk memproduksinya, pembakaran di kiln tidak menggunakan temperatur tinggi dan harus menggunakan bahan bakar gas untuk menghindari abu hasil pembakaran dan juga oksida dari mangan, agar warna semen tidak terpengaruh. Semen ini mempunyai daya tahan lebih tinggi bila dibandingkaan dengan semen portland.
e) Semen Berwarna
Semen ini merupakan semen putih yang diberi zat warna pada saat penggilingan akhir semen.
f) Hydrolic lime Cement
Semen ini merupakan persenyawaan antara batu kapur dan oksida – oksida logam yang ada di dalam tanah liat. Senyawa ini akan terhidrasi secara perlan- lahan, tetapi bersifat hidrolis dan akan mengeras dalam air.
g) Semen Masonry
Semen jenis ini merupakan campuran semen portland dan batu kapur yang telah dihaluskan, sehingga memberikan sifat plastis yang tinggi. Kualitas semen ini lebih rendah dari semen tipe I dan tidak cocok untuk bangunan bertingkat.
h) Semen Slag
Semen ini dibuat dengan menghaluskan klinker semen portland bersama – sama dengan butiran slag dari blast furnace dan digiling secara cepat. Semen ini mempunyai kekuatan awal rendah dan tahan terhadap air laut. Semen ini biasanya dugunakan untuk konstruksi jembatan dan tangki penyimpanan air atau bensin.
i) Semen Pozzolana
Semen ini dibuat dengan mencampurkan pozzolana dengan semen portland. Pozzolana adalah bahan yang mengandung senyawa silikat yang berasal dari gunung berapi.
j) High Alumina Cement
Semen ini mengandung alumina yang tinggi dan merupakan hasil dari pembakaran batu kapur dengan bauksit. Sifat semen ini adalah kecepatan pengerasan yang tinggi dan tidak tahan terhadap alkali.
2.4 Alat yang digunakan dan Beserta Fungsinya
a) Crusher
Crusher merupakan peralatan yang digunakan untuk menghancurkan material menjadi ukuran yang lebih kecil. Di Industri Semen, Crusher berfungsi sebagai pregrinding raw material sebelum masuk ke area produksi.Setelah proses penambangan selesai, barulah bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat direduksi ukurannya menjadi lebih kecil. Batu kapur dari tambang, dikumpulkan didalam limestone hopper lalu diangkut oleh apron feeder menuju ruang crushing. Crusher yang digunakan jenis Single Shaft Hammer Crusher. Setelah melalu proses crushing batu kapur yang telah berukuran kecil tadi diangkut menggunakan belt conveyor menuju tempat penyimpanan batu kapur. Limestone Crusher tersebut memiliki kapasitas 650 [ton/jam]. Adapun pada tanah liat, dihancurkan menggunakan mesin Roller Crusher sampai berukuran ± 35 [mm] untuk selanjutnya diangkut menggunakan belt conveyor dan disimpan di Clay Storage. Clay Crusher memiliki kapasitas sebesar 450 [ton/jam].
Gambar a. Double Roller Crusher
Gambar b. Hammer Crusher
a. Roller crusher, digunakan untuk memecah tanah liat dengan kapasitas alat 500 ton tanah liat/jam (WB).
b. Hammer crusher, digunakan untuk memecah batu kapur dengan kapasitas 600 ton batu kapur/jam (WB).
Tujuan dari proses penghancuran ini agar memudahkan masuknya material pada proses selanjutnya. Dan tujuan dari penyimpanan tersebut untuk mengatur kapasitas bahan yang masuk, dikarenakan pabrik semen ini menggunakan sistem continue dimana proses penyimpanan dimaksudkan untuk menghindari kurangnya pasokan bahan baku.
b) Stacker dan Reclaimer
Raw material yang berasal dari Tambang atau dari luar area produksi memiliki kualitas yang berbeda-beda sehingga perlu melalui proses pencampuran sehingga memiliki kualitas yang sama rata dan sesuai dengan target kualitas yang diinginkan. Proses ini dinamakan Preblending atau PreHomogenisasi. Peralatan yang digunakan adalah Stacker dan Reclaimer. Jenis-jenisnya pun bermacam-macam. Di Pabrik Semen Kupang 2, tipe stacking yang digunakan adalah jenis Pit Stock dan untuk Reclaimernya adalah jenis Bucket Excavator.
Gambar. Stacker dan Reclaimer tipe Bucket Excavator
c) Raw Mill
Raw Mill digunakan untuk menggiling dan mengeringkan bahan mentah dengan kapasitas 360 ton/jam(DB). Raw Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menghaluskan raw material menjadi butiran halus hingga berukuran partikel (micron) yang disebut Raw Meal. Selain untuk menghaluskan, Raw Mill juga berfungsi untuk mengeringkan material sehingga proses pembakaran nanti di Kiln akan lebih baik. Dalam proses penggilingan melalui Raw Mill, kualitas produk yang dihasilkan juga harus sesuai dengan target kualitas yang diinginkan untuk proses produksi.
Pada proses Rawmill ini meliputi beberapa bagian antara lain proses pengambilan bahan mentah berupa batu kapur dari ruang penyimpanan (Limestone Storage), selanjutnya masuk kedalam Bin Limestone yang kemudian ditimbang pada alat Dosimat Feeder untuk selanjutnya dicampur dengan tanah liat dan bahan koreksi berupa pasir besi dan silika. Kemudian bahan baku tersebut diangkut menggunakan Belt Feeding, dimasukkan kedalam Vertical Mill untuk digiling dan dikeringkan. Produk dari vertical mill ini disebut Rawmeal, disimpan di CF SILO.
Gambar. Raw Mill
d) Preheater
Alat preheater berfungsi sebagai pemanasan awal sebelum masuk ke proses selanjutnya. Media pemanasan, yaitu berasal dari panas gas dari Kiln. Namun, Inti utamanya dari proses pemanasan ini adalah untuk terjadinya proses Pre-calcination. Dari proses kalsinasi ini mulai lah terbentuk oksida-oksida pembentuk Klinker (hasil proses di Kiln). Proses kalsinasi adalah sebagai berikut:
CaCO3 CaO + CO2
Reaksi ini terjadi pada suhu sekitar 800°C. Dari reaksi di atas, yang paling utama adalah CaO. Proses kalsinasi di Pre-heater hanya sekitar 95% nya, sisanya dilakukan di Kiln.
Setelah keluar dari Pre-heater, material ini disebut dengan Kiln Feed. Kiln Feed ini masuk ke unit operasi pembentuk klinker (terak) yang disebut dengan Rotary Kiln.
• Cyclone preheater, digunakan untuk pemanasan awal dengan kapasitas 1700 ton/hari.
• Cyclone preheater dengan precalsiner (secondary burner), digunakan untuk calsinasi raw meal dengan kapasitas 2500 ton/hari.
e) Rotary Kiln
Klin atau tanur merupakan peralatan yang digunakan untuk proses pembakaran Raw Meal menjadi terak semen Portland (klinker) atau proses pembentukan klinkers. Namun sebelum material masuk ke Kiln, Material terlebih dahulu mengalami pemanasan awal di Preheater. Rotary Kiln disini terjadi proses kalsinasi lanjutan. Suhunya mencapai sekitar 1400ºC. Suhu sebesar ini diperoleh dari pembakaran bahan bakar, biasanya digunakan batu bara, IDO (Industrial Diesel Fuel Oil), Natural Gas, Petroleum Coke, dan lain sebagainya. Pada suhu sebesar ini, di Kiln terjadi reaksi-reaksi logam sehingga dihasilkan mineral-mineral baru, yaitu:
1. C3S (3CaO.SiO2)
2. C2S (2CaO.SiO2)
3. C3A (3CaO.Al2O3)
4. C4AF (4CaO.Al2O3.Fe2O3)
Mineral-mineral di atas yang kemudian membentuk Clincker (klinker/terak). Setelah melewati Kiln, klinker ini masuk ke dalam Cooler.
Klinker ini lah cikal bakal untuk menjadi semen. Material yang sebelumnya sudah dibuat halus pada Raw Mill, setelah lewat di Kiln ini maka material tersebut menjadi klinker atau seperti butiran kristal, hal ini disebabkan karena proses-proses kimia yang dilalui di Kiln.
Gambar. Rotary Klin
f) Cooler
Cooler adalah peralatan yang digunakan untuk mendinginkan material klinker setelah keluar dari kiln sebelum masuk ke tempat penyimpanan. Di Pabrik Semen, tipe Cooler yang digunakan adalah Grate Cooler. Gambar berikut ini menunjukan bagian dalam dari Grate cooler.
Gambar. Bagian dalam dari Grate Cooler
g) Cement Mill
Cement Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menggiling Klinker (Terak Semen Portland) bersama dengan material lainnya seperti Gypsum, Trash, Ash, Pozzoland, Limestone dan sebagainya sehingga menjadi produk akhir dari Semen yang bisa kita gunakan sehari-hari. Untuk jenisnya sama seperti Raw Mill, ada jenis Horizontal Mill (Tube Mill) dan juga ada jenis Vertikal Roller Mill. Di Pabrik Semen Kupang 2 digunakan jenis Tube Mill.
Gambar. Cement Mill
h) Packer
Packer adalah peralatan yang digunakan untuk packing produk semen sebelum dilepas ke pasaran. Pada umumnya mesin packer melakukan packing dalam bentuk Bag-bag semen yang dijual per Sak di pasaran. Karena selain dalam bentuk Bag, semen juga ada yang dipasarkan dalam bentuk Curah.
Gambar. Mesin Packer
i) Coal Mill
Coal Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menggiling Coal (Batu Bara) sehingga didapatkan material batu bara yang berukuran partikel sebelum digunakan untuk bahan bakar di Kiln dan Calciner.
Gambar. Coal Mill
2.5 Contoh Neraca Massa Pembuatan Semen
Perhitungan Neraca Massa di Cement Mill
Diagram Alir Massa di Cement Mill
Debu yang terbuang (A-37)
Umpan masuk Finish
Mill (A-31) Produk semen (A-34)
Gypsum (A-35)
Additive (A-36)
Gambar .Diagram Alir Massa di Cement Mill
Komposisi bahan masuk Cement Mill
- Klinker dingin = 92 %
- Additive = 5 %
- Gypsum = 3 %
(A-31) Klinker yang dibutuhkan = 92 %
= 155 215,41 kg
(A-36) Additive yang dibutuhkan = x jumlah klinker dingin
= x 155 215,41 kg
= 8 435,62 kg
(A-35) Gipsum yang dibutuhkan = x jumlah klinker dingin
= x 155 215,41 kg
= 5 061,37 kg
Total bahan masuk Ball Mill = klinker + additive + gipsum
= (155 215,41 + 8 435,62 + 5 061,37) kg
= 168 712,4 kg
Effisiensi separator adalah 80 %
Produk yang dihasilkan = 0,8 x produk masuk ball mill
= 0,8 x 168 712,4 kg
= 134 969,92 kg
Effisiensi cyclone adalah 95 %
Sehingga produk cyclone = 0,95 x 134 969,92 kg
= 120 221,424 kg
Debu ke Bag Filter = produk dari separator – produk dari cyclone
= (134 969,92 – 120 221,424) kg
= 6 748,496 kg
Effisiensi Bag Filter adalah 95 % (CCR Plant 9 PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk)
Sehingga produk dari bag filter = 0,95 x debu dari bag filter
= 0,95 x 6 748,496 kg
= 6 411,0712 kg
Debu yang terbuang = debu dari cyclone – debu dari bag filter
= (6 748,496 – 6 411,0712) kg
= 337,425 kg
Debu masuk ke EP adalah 20 % (CCR Plant 9 PT. ITP)
= 0,2 x produk masuk ball mill
= 0,2 x 168 712,4 kg
= 33 742,48 kg
Effisiensi EP yaitu 99 % (CCR Plant 9 PT. ITP), sehingga debu yang tertangkap EP
= 0,99 x debu yang masuk ke EP
= 0,99 x 33 742,48 kg
= 33 405,055 kg
Debu yang keluar dari EP = debu yang masuk EP – debu tertangkap EP
= (33 742,48 – 33 405,055) kg
= 337,425 kg
(A-37) Debu yang terbuang dari Cement Mill
= debu yang keluar bag filter + debu keluar EP
= 337,425 kg + 337,425 kg = 674,85 kg
(A-34) Produk semen
= produk dari separator – (debu keluar bag filter + debu keluar EP)
= 168 712,4 - (337,425 + 337,425) kg
= 168 037,55 kg
Tabel . Neraca Massa di Cement Mill
INPUT OUTPUT
Keterangan Massa (kg) Keterangan Massa (kg)
Umpan masuk Cement Mill
Additive
Gypsum 155 215,41
8 435,625
5 061,37 Produk semen
Debu yang terbuang 168 037,55
-
Jumlah 168 712,405 Jumlah 168 712,405
Total bahan masuk 168 712,405 Total bahan keluar 168 2,405
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah liat, sedangkan bahan pendukung yang digunakan adalah pasir silica dan juga pasir besi. Ada berbagai macam semen yang sering digunakan, yaitu:
• Semen Portland
• Semen Alam (Natural Cement)
• Semen Putih (White Cement)
• Semen Berwarna
• Hydrolic lime Cement
• Semen Slag
• Semen Pozzolana
• High Alumina Cement
Uraian proses dalam pembuatan semen sendiri terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
• Proses penyiapan bahan baku
• Proses pengolahan bahan
• Proses pembakaran
• Proses penggilingan akhir
• Proses pengemasan
Alat yang digunakan dalam pembuatan semen terdiri dari:
• Crusher
• Stacker dan Reclaimer
• Raw mill
• Preheater
• Rotary Kiln
• Cooler
• Cement mill
• Packer
HASIL DISKUSI
Sesi Tanya Jawab dalam Diskusi:
1. Apa yang membedakan jenis-jenis semen antar semen yang lain? apakah ada perbedaan pengolahan produksi pada semen PT Batu Raja dengan PT lainya? (Suri Andayana)
Jawab: Sebenarnya tidak ada perbedaan pada proses pembuatan tiap jenis semen, tetapi yang menjadi perbedaan adalah hanya pada komposisi kandungan tiap semen berbeda dan kegunaanya juga berbeda pula. Untuk proses pengolahan tiap semen cenderung sama namun biasanya setiap industry memiliki cara tersendiri untuk membedakan produknya.
2. Berikan contoh neraca massa pada proses pembuatan semen?serta jelaskan fungsi alat yang digunakan dalam pembuatan semen (Dwi Septiani)
Jawab: Perhitungan Neraca Massa di Cement Mill
Diagram Alir Massa di Cement Mill
Debu yang terbuang (A-37)
Umpan masuk Finish
Mill (A-31) Produk semen (A-34)
Gypsum (A-35)
Additive (A-36)
Gambar .Diagram Alir Massa di Cement Mill
Komposisi bahan masuk Cement Mill
- Klinker dingin = 92 %
- Additive = 5 %
- Gypsum = 3 %
(A-31) Klinker yang dibutuhkan = 92 %
= 155 215,41 kg
(A-36) Additive yang dibutuhkan = x jumlah klinker dingin
= x 155 215,41 kg
= 8 435,62 kg
(A-35) Gipsum yang dibutuhkan = x jumlah klinker dingin
= x 155 215,41 kg
= 5 061,37 kg
Total bahan masuk Ball Mill = klinker + additive + gipsum
= (155 215,41 + 8 435,62 + 5 061,37) kg
= 168 712,4 kg
Effisiensi separator adalah 80 %
Produk yang dihasilkan = 0,8 x produk masuk ball mill
= 0,8 x 168 712,4 kg
= 134 969,92 kg
Effisiensi cyclone adalah 95 %
Sehingga produk cyclone = 0,95 x 134 969,92 kg
= 120 221,424 kg
Debu ke Bag Filter = produk dari separator – produk dari cyclone
= (134 969,92 – 120 221,424) kg
= 6 748,496 kg
Effisiensi Bag Filter adalah 95 % (CCR Plant 9 PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk)
Sehingga produk dari bag filter = 0,95 x debu dari bag filter
= 0,95 x 6 748,496 kg
= 6 411,0712 kg
Debu yang terbuang = debu dari cyclone – debu dari bag filter
= (6 748,496 – 6 411,0712) kg
= 337,425 kg
Debu masuk ke EP adalah 20 % (CCR Plant 9 PT. ITP)
= 0,2 x produk masuk ball mill
= 0,2 x 168 712,4 kg
= 33 742,48 kg
Effisiensi EP yaitu 99 % (CCR Plant 9 PT. ITP), sehingga debu yang tertangkap EP
= 0,99 x debu yang masuk ke EP
= 0,99 x 33 742,48 kg
= 33 405,055 kg
Debu yang keluar dari EP = debu yang masuk EP – debu tertangkap EP
= (33 742,48 – 33 405,055) kg
= 337,425 kg
(A-37) Debu yang terbuang dari Cement Mill
= debu yang keluar bag filter + debu keluar EP
= 337,425 kg + 337,425 kg = 674,85 kg
(A-34) Produk semen
= produk dari separator – (debu keluar bag filter + debu keluar EP)
= 168 712,4 - (337,425 + 337,425) kg
= 168 037,55 kg
Tabel . Neraca Massa di Cement Mill
INPUT OUTPUT
Keterangan Massa (kg) Keterangan Massa (kg)
Umpan masuk Cement Mill
Additive
Gypsum 155 215,41
8 435,625
5 061,37 Produk semen
Debu yang terbuang 168 037,55
-
Jumlah 168 712,405 Jumlah 168 712,405
Total bahan masuk 168 712,405 Total bahan keluar 169 2712,405
Alat yang digunakan dan Beserta Fungsinya:
a) Crusher merupakan peralatan yang digunakan untuk menghancurkan material menjadi ukuran yang lebih kecil. Di Industri Semen, Crusher berfungsi sebagai pregrinding raw material sebelum masuk ke area produksi.
b) Stacker dan Reclaimer
Raw material yang berasal dari Tambang atau dari luar area produksi memiliki kualitas yang berbeda-beda sehingga perlu melalui proses pencampuran sehingga memiliki kualitas yang sama rata dan sesuai dengan target kualitas yang diinginkan.
c) Raw Mill
digunakan untuk menggiling dan mengeringkan bahan mentah dengan kapasitas 360 ton/jam(DB). Raw Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menghaluskan raw material menjadi butiran halus hingga berukuran partikel (micron) yang disebut Raw Meal. Selain untuk menghaluskan, Raw Mill juga berfungsi untuk mengeringkan material sehingga proses pembakaran nanti di Kiln akan lebih baik.
d) Preheater
Alat preheater berfungsi sebagai pemanasan awal sebelum masuk ke proses selanjutnya. Media pemanasan, yaitu berasal dari panas gas dari Kiln.
e) Rotary Kiln
Kiln atau tanur merupakan peralatan yang digunakan untuk proses pembakaran Raw Meal menjadi terak semen Portland (klinker) atau proses pembentukan klinkers.
f) Cooler
Cooler adalah peralatan yang digunakan untuk mendinginkan material klinker setelah keluar dari kiln sebelum masuk ke tempat penyimpanan
g) Cement Mill
Cement Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menggiling Klinker (Terak Semen Portland) bersama dengan material lainnya seperti Gypsum, Trash, Ash, Pozzoland, Limestone dan sebagainya sehingga menjadi produk akhir dari Semen yang bisa kita gunakan sehari-hari.
i) Packer
Packer adalah peralatan yang digunakan untuk packing produk semen sebelum dilepas ke pasaran.
j) Coal Mill
Coal Mill merupakan peralatan yang digunakan untuk menggiling Coal (Batu Bara) sehingga didapatkan material batu bara yang berukuran partikel sebelum digunakan untuk bahan bakar di Kiln dan Calciner.
3.2 Daftar pustaka
http://www.semenbaturaja.co.id/produk/
https://plus.google.com/110684836378393330265/posts/SxqKNodZqcp
http://ilmugali.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-berdirinya-pt-semen-baturaja.html
http://www.britama.com/index.php/2013/10/sejarah-dan-profil-singkat-smbr/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar